Tragedi Koja Berdarah 2010

Kerusuhan Koja terjadi pada 14 April 2010 yang dipicu oleh rencana eksekusi tanah kawasan makam Mbah Priok yang ada di dalam area Terminal Peti Kemas Tanjung Priok oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta.[1] Tindakan ini ditentang oleh warga yang kemudian berubah menjadi bentrokan antara warga dengan Satpol PP.

Akibat bentrokan yang terjadi antara aparat dengan warga menewaskan 3 anggota Satpol PP. Kejadian ini dilatarbelakangi oleh sengketa antara ahli waris Mbah Priok dengan Pelabuhan Indonesia II, pihak ahli waris mengklaim kepemilikan tanah dengan mendasarkan pada Eigendom Verponding no 4341 dan No 1780 di lahan seluas 5,4 Ha. Namun PN Jakarta Utara pada tanggal 5 Juni 2002 telah memutuskan tanah tersebut secara sah adalah milik PT Pelindo II. Hal ini sesuai dengan hak pengelolaan lahan (HPL) Nomor 01/Koja dengan luas 145,2 hektare.

Arogansi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) tampak dalam salah satu tragedi sosial terburuk yang terjadi 2010 dan dikenal dengan sebutan ‘Koja Berdarah’. Bentrokan itu berujung pada perburuan Satpol PP dan tuntutan pembubaran mereka. Para pamong praja sampai dilarang mengenakan seragam karena khawatir jadi sasaran serangan massa.Operasi yang direncanakan secara cermat dirusak massa. Di lapangan, analisis gugus tugas berantakan. Warga dengan senjata seadanya terus berdatangan ‘membela’ makam keramat dengan menjadikan mereka benteng hidup.

Baca Juga : Marak Makin Banyak Anak Di Bawah Umur Merokok

Benang merah dari terjadinya Tragedi Koja Berdarah adalah sengketa lahan antara PT. Pelindo II dan ahli waris dari Mbah Priok. Pemerintah DKI Jakarta kemudian campur tangan karena ikut mengamini PT. Pelindo II sebagai pemilik sah lahan sesuai pengadilan.Tak pelak, operasi pengosongan makam kemudian dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta pada 14 April 2010. Dalam operasi yang punya dasar hukum itu, Satpol PP digerakkan secara besar-besaran untuk menjamin suksesnya operasi. Nyatanya, operasi yang direncanakan berjalan mulus-mulus saja berakhir dengan dengan kegagalan.Adapun pihak ahli waris bersama masyarakat Priok beranggapan makam itu tak boleh diganggu, terlebih digusur. Apalagi, keberadaan ahli waris dari lahan sudah ada sejak republik ini belum dibangun.

Sekalipun Satpol PP datang dengan armada yang lengkap dengan eskavator untuk menghancurkan barikade dan pos jaga. Warga yang telah mempersenjatai diri dnegan pisau, tongkat, arit, dan bambu runcing telah menunggu komando untuk menyerang.
Sebelum sampai ke gapura makam, Satpol PP mulai dihujani bom Molotov. Seketika warga kemudian mulai melakukan serangan dari jarak dekat. Korban dari pihak Satpol PP mulai berjatuhan. Ambulans tanpak bolak-balik membawa korban bentrokan.

Pada pengujung hari, tiga aparat tergeletak tewas, lebih dari 70 aparat dan ratusan warga setempat terluka, 80 kendaraan dibakar atau dihancurkan, dan banyak gedung perkantoran di terminal jendelanya pecah dan temboknya hangus terbakar.Suasana semakin panas ketika sebagaian besar sekelompok pemuda yang tergabung dalam Front Pembela Islam (FPI) bergabung dengan warga mempertahankan makam keramat. Kehadiran mereka langsung dihujani dengan gas air mata dan meriam air.